Budaya Appatabe Suku Makassar – Budaya Lokal masyarakat Sulsel

Budaya Appatabe’ Suku Makassar - Masyarakat memahami budaya appatabe’ sebagai suatu bentuk kesopanan dan saling menghormati sesama manusia. Namun sebagaian masyarakat tidak mengetahui maupun memahami makna yang terkandung di dalam budaya appatabe’ tersebut.

Padahal jika seseorang mengetahuai makna yang terkandung dalam budaya appatabe’ maka akan lebih mudah mengaplikasikannya, Karena budaya appatabe’ mengandung nilai-nilai kesopanan yang syarat akan makna.

Budaya appatabe’ dapat pula diartikan sebagai adat kesopanan, saling menghargai sesama manusia dalam hal berinteraksi atau kontak langsung sesama manusia, budaya appatabe’ tidak hanya diartikan sebagai menghargai yang lebih tua saja, tetapi sikap tabe’ juga dilakukan untuk menghargai sesama manusia baik tua maupun yang lebih muda.

Sikap appatabe’ dilakukan dengan cara membungkukkan setengah badan, kemudian mengulurkan tangan kanan ke bawah sambil melangkah melewati orang tersebut lalu mengatakan tabe’. Persamaan kata tabe’ atau sinonim dari kata tabe’ itu sendiri adalah; Permisi, mohon maaf dan assalamu alaikum, kata tersebut sama-sama mengandung arti tentang saling menghormati sesama manusia. Namun di Sulawesi Selatan khususnya suku Makassar mengenalnya dengan ucapan kata appatabe’.

Secara umum budaya appatabe’ ada dua macam. Yaitu appatabe’ sesama manusia dan appatabe’ dengan makhluk yang tak nampak (makhluk halus). Appatabe’ dengan makhluk halus digunakan dengan tujuan untuk menghormati makhluk halus tersebut, karena manusia hidup di muka bumi ini selalu berdampingan dengan makhluk halus.

Budaya appatabe’ merupakan budaya yang turun temurun dilakukan oleh masyarakat khusnya suku Makassar, sehingga diharapkan kepada generasi selanjutnya untuk tetap menjaga budaya tersebut. Dengan tetap menjaga budaya appatabe’ setidaknya bisa memotifasi kepada orang lain untuk tetap menjalankan budaya tersebut.

Budaya appatabe’ memang sangat erat kaitannya dengan perilaku masyarakat, budaya appatabe’ pada masa dahulu dan masa sekarang memang sangat berbeda, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya pergeseran nilai-nilai budaya dan perkembangan tekhnologi. Appatabe’ merupakan praktek yang sangat sopan bagi seorang anak jika sedang berjalan atau melewati orang tua, berjalan di depan atau di belakang guru, berjalan disekumpulan orang banyak dan dihadapan orang yang lebih tua atau lebih muda.

Masyarakat suku Makassar jika memahami makna Appatabe’ maka akan melahirkan keharmonisan dalam hal bergaul dengan masyarakat dan berinteraksi. Appatabe’ sebagai bukti kesopanan dalam berberprilaku. Masa kini, Appatabe’ tidak lagi menjadi hal penting, banyak anak yang melewati orang tuanya tanpa membungkukkan badan, bahkan ada yang cenderung mengedepankan dadanya yang mengesankan sifat angkuh.

Budaya appatabe’ merupakan pola interaksi dan tatanan hidup bergaul dalam kehidupan masyarakat. Orang tua berperan penting dalam mengajarkan konsep budaya appatabe’ dalam lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal.

Orang tua senantiasa mengajarkan kepada anak sejak masih kecil, tujuannya agar anak tersebut mengetahui bagaimana cara bergaul, beretika dan berperilaku dalam lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.

Penerapan Budaya Appatabe’ di Kalangan Masyarakat Budaya appatabe’ merupakan warisan dari nenek moyang sejak dahulu hingga sekarang dilakukan, namun realita saat ini penerapan yang dilakukan oleh penerus budaya tersebut tidak seperti dulu lagi dan pengaplikasiannya kurang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagian masyarakat menganggap hal sepeleh, itu dikarenakan sebagian masyarakat tidak mengetahui nilai-nilai yang terkandung didalamnya dan tidak terbiasa melakukannya. Meskipun orang tua telah mengajarkan kepada anak-anaknya untuk tetap mengatakan kata permisi atau tabe’ ketika hendak melewati orang lain, namun jika tidak ada kesadaran dalam diri maka akan sulit melaksanakan budaya tersebut. Bentuk penerapan yang ada dalam kehidupan masyarakat mesti diterapkan secara langsung agar membentuk etika dan moral anak dengan baik.

Apalagi perkembangan zaman saat ini, konsep tersebut harus tetap dipertahankan dan diaplikasikan. Ini bertujuan agar budaya appatabe’ tetap melekat dan mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari. Budaya asing kini mulai mengikis eksistensi budaya lokal yang syarat makna. Agar eksistensi budaya lokal tetap kukuh, maka diperlukan pemertahanan budaya lokal.

Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena didalam pikiran terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidup. Hal ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola berpikir yang bisa mempengaruhi perilaku. Perilaku seseorang juga ditentukan oleh faktor lingkungan, seseorang akan menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter.

Keluarga dipandang sebagai pendidik karakter yang utama pada anak, di samping sekolah yang juga dianggap sebagai pusat pengembangan karakter pada anak. Hal ini disebabkan karena pengaruh sosialisasi orang tua pada anak terjadi sejak dini sampai anak dewasa. Sehingga, melalui interaksi dengan orang tua anak dapat merasakan dirinya berharga yang selanjutnya dijadikan dasar untuk menghargai orang lain.

Nilai dasar yang menjadi landasan dalam membangun karakter adalah hormat. Hormat tersebut mencakup respek pada diri sendiri, maksudnya yaitu jika ingin menghormati orang lain harus di mulai dari diri sendiri. Dengan memiliki hormat, maka individu memandang dirinya maupun orang lain sebagai sesuatu yang berharga dan memiliki hak yang sederajat. Keluarga adalah organisasi sosial pertama bagi seorang anak. Interaksi dalam keluarga akan membuat anak belajar bersosialisasi, berhubungan dengan orang lain yang nantinya akan ia bawa keluar ke organisasi yang lebih besar yaitu lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

Keluarga sangat berperan penting dalam membimbing anak agar dapat memahami nilai budaya lokal dalam rangka pembentukan karakter. Karakter yang dimaksudkan adalah hasil dari didikan orang tua yang dilakukan secara terusmenerus.

Salah satunya adalah tentang berperilaku sopan santun dalam kehidupan sehari-hari, Generasi sekarang tampaknya semakin kehilangan kemampuan dan kreativitas dalam memahami prinsip nilai kebudayaan lokal dan tradisinya. Salah satu contoh menurut tradisi orang tua, seorang anak yang lewat didepan orang tua harus tabe’. Namun realitanya sekarang, kebiasaan ini sudah berangsur menghilang dan berubah menjadi sikap biasa saja, ia mengganti kata tabe’ itu dengan salam hallo atau sapaan yang tidak semestinya, tetapi bukan berarti tradisi ini menghilang sama sekali. Hanya ada sebagian dari masyarakat yang masih mengaplikasikan budaya appatabe’ dalam kehidupan sehari-hari.

Budaya appatabe’ dalam bentuk tindakan Budaya appatabe’ dalam bentuk tindakan ditandai denagan bentuk simbolik maupun gerakan badan yang dapat menandai bahwa seseorang sedang menghormati maupun menghargai orang lain, yaitu dengan cara membungkukkan badan mengulurkan tangan ke bawah sambil mengucapkan kata tabe’, namun ada juga sebagian masyarakat hanya sekedar melakukan gerakan simbolik tanpa disertakan kata tabe’.

Memegang teguh dan menjunjung tinggi budaya lokal, dengan cara menerapkan maupun mengaplikasikannya, maka akan menimbulkan suatu kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus. Utamanya bagi anak-anak saat ini, sangat perlu ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari agar budaya yang dibawah oleh para orang tua tidak luntur maupun bergeser ke budaya yang sedang berkembang saat ini yaitu budaya yang modern.

Adapun harapan para orang tua terhadap generasi penerus khususnya pada anak-anak, supaya budaya appatabe’ ini harus tetap dilakukan dan dilestarikan, agar tidak hilang dalam kehidupan masyarakat. Jangan sampai budaya asing menghilangkan budaya tersebut, jika bukan generasi penerus yang memperjuangkan budayanya siapa lagi? oleh karena itu sangat penting melakukan maupun mempertahankan apa-apa yang telah di ajarkan para orang tua maupun guru.[ki]