Perlawanan Kerajaan Gowa Terhadap VOC - Kerajaan Gowa
merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Pusat
pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan Kerajaan
Gowa. Somba Opu senantiasa terbuka untuk siapa saja. Banyak para pedagang asing
yang tinggal di kota itu. Misalnya, orang Inggris, Denmark, Portugis, dan
Belanda. Mereka diizinkan membangun loji di kota itu. Gowa anti terhadap
tindakan monopoli perdagangan. Masyarakat Gowa ingin hidup merdeka dan
bersahabat kepada siapa saja tanpa hak istimewa. Masyarakat Goa senantiasa
berpegang pada prinsip hidup sesuai dengan kata-kata “Tanahku terbuka bagi
semua bangsa”, “Tuhan menciptakan tanah dan laut; tanah dibagikannya untuk
semua manusia dan laut adalah milik bersama.” Dengan prinsip keterbukaan itu
maka Gowa cepat berkembang.
Pelabuhan Somba Opu memiliki posisi yang strategis dalam
jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Somba Opu telah berperan sebagai
Bandar perdagangan tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari timur ke barat
atau sebaliknya. Sebagai contoh kapal-kapal pengangkut rempah-rempah dari
Maluku yang berangkat ke Malaka sebelumnya akan singgah dulu di Bandar Somba
Opu. Begitu juga barang dagangan dari barat yang akan masuk ke Maluku juga
melakukan bongkar muat di Somba Opu.
Dengan melihat peran dan posisinya yang strategis, VOC
berusaha keras untuk dapat mengendalikan Gowa dan menguasai pelabuhan Somba Opu
serta menerapkan monopoli perdagangan. Untuk itu VOC harus dapat menundukkan
Kerajaan Gowa. Berbagai upaya untuk melemahkan posisi Gowa terus dilakukan.
Sebagai contoh, pada tahun 1634, VOC melakukan blockade terhadap Pelabuhan
Somba Opu, tetapi gagal karena perahu-perahu Makasar yang berukuran kecil lebih
lincah dan mudah bergerak di antara pulau-pulau, yang ada. Kemudian kapal-kapal
VOC merusak dan menangkap kapal-kapal pribumi maupun kapal-kapal asing lainnya.
Raja Goa, Sultan Hasanuddin ingin menghentikan tidakan VOC yang anarkis dan
provokatif itu. Sultan Hasanuddin menentang ambisi VOC yang memaksakan monopoli
di Goa. Seluruh kekuatan dipersiapkan untuk menghadapi VOC. Beberapa benteng
pertahanan mulai dipersiapkan di sepanjang pantai. Beberapa sekutu Gowa mulai
dikoordinasikan. Semua dipersiapkan untuk melawan kesewenangwenangan VOC.
Sementara itu VOC juga mempersiapkan diri untuk menundukkan Gowa. Politik
devide et impera mulai dilancarkan.
Misalnya VOC menjalin hubungan dengan seorang Pangeran Bugis
dari Bone yang bernama Aru Palaka. VOC begitu bernafsu untuk segera dapat
mengendalikan kekuasaan di Gowa. Oleh karena itu, pimpinan VOC, Gubernur
Jenderal Maetsuyker memutuskan untuk menyerang Gowa. Dikirimlah pasukan
ekspedisi yang berkekuatan 21 kapal dengan mengangkut 600 orang tentara. Mereka
terdiri atas tentara VOC, orang-orang Ambon dan juga orang-orang Bugis di bawah
Aru Palaka. Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Gowa. Tentara VOC dipimpin oleh
Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan ditambah
orang-orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa. Kekuatan VOC ini menyerang
pasukan Goa dari berbagai penjuru. Beberapa serangan VOC berhasil ditahan
pasukan Hasanuddin. Tetapi dengan pasukan gabungan disertai peralatan senjata
yang lebih lengkap, VOC berhasil mendesak pasukan Hasanuddin. Benteng
pertahanan tentara Gowa di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka.
Hal ini menandai kemenangan pihak VOC atas kerajaan Gowa. Hasanuddin kemudian
dipaksa untuk menandatangani
Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang
isinya antara lain sebagai berikut.
Gowa harus mengakui hak monopoli VOC
Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan
wilayah Goa
Gowa harus membayar biaya perang
Sultan Hasanuddin tidak ingin melaksanakan isi perjanjian
itu, karena isi perjanjian itu bertentangan dengan hati nurani dan semboyan
masyarakat Gowa atau Makassar. Pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin mencoba
menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan kesewenang-wenangan VOC itu.
Namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh VOC. Dengan sangat terpaksa
Sultan Hasanuddin harus melaksanakan isi Perjanjian Bongaya. Bahkan benteng
pertahanan rakyat Gowa jatuh dan diserahkan kepada VOC. Benteng itu kemudian
oleh Spelman diberi nama Benteng Rotterdam.[ki]