Di Atas Sajadah Cinta:
Habiburrahman El Shirazy – Sahabat sekalian pada kesempatan kali ini Blog
ini ingin repost sedikit salah satu nukilah cerita dalam Novel Di Atas Sajadah
Cinta karya Habiburrahman El Shirazy simaklah selengkapnya:
Kota Kufah terang
oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa hawa sejuk.
Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota
Kufah masih terasa.
Di Atas Sajadah Cinta
– Habiburrahman El Shirazy
Di serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegap
menghadap kiblat. Kedua matanya memandang teguh ke tempat sujud. Bibirnya
bergetar melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati dan seluruh gelegak jiwanya
menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang memanggilnya “Zahid”
atau “Si Ahli Zuhud”, karena kezuhudannya meskipun ia masih muda. Dia dikenal
masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan paling mencintai masjid di
kota Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di dalam masjid,
untuk ibadah dan menuntut ilmu pada ulama terkemuka kota Kufah. Saat itu masjid
adalah pusat peradaban, pusat pendidikan, pusat informasi dan pusat perhatian.
Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat Ilahi. Setiap
kali sampai pada ayat-ayat azab, tubuh pemuda itu bergetar hebat. Air matanya
mengalir deras. Neraka bagaikan menyala-nyala dihadapannya. Namun jika ia
sampai pada ayat-ayat nikmat dan surga, embun sejuk dari langit terasa bagai
mengguyur sekujur tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan kebahagiaan. Ia bagai
mencium aroma wangi para bidadari yang suci.
Tatkala sampai pada surat Asy Syams, ia menangis,
“fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha.
qad aflaha man zakkaaha.
wa qad khaaba man dassaaha…”
(maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan
ketaqwaan,
sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya…)
Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia termasuk golongan yang
mensucikan jiwanya. Ataukah golongan yang mengotori jiwanya? Dia termasuk
golongan yang beruntung, ataukah yang merugi?
Ayat itu ia ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat.
Tubuhnya berguncang. Akhirnya ia pingsan.
***
Sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah
bagai istana. Lampu-lampu yang menyala dari kejauhan tampak berkerlap-kerlip
bagai bintang gemintang. Rumah itu milik seorang saudagar kaya yang memiliki
kebun kurma yang luas dan hewan ternak yang tak terhitung jumlahnya.
Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis jelita
sedang menari-nari riang gembira. Wajahnya yang putih susu tampak kemerahan
terkena sinar yang terpancar bagai tiga lentera yang menerangi ruangan itu.
Kecantikannya sungguh memesona. Gadis itu terus menari sambil mendendangkan
syair-syair cinta,
“in kuntu ‘asyiqatul lail fa ka’si musyriqun bi dhau’ wal
hubb al wariq…”
(jika aku pencinta malam maka gelasku memancarkan cahaya dan
cinta yang mekar…)
***
Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya
berbunga-bunga. Di ruangan tengah, kedua orangtuanya menyungging senyum
mendengar syair yang didendangkan putrinya. Sang ibu berkata, “Abu Afirah,
putri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah baik-baik syair-syair yang
ia dendangkan.”
“Ya, itu syair-syair cinta. Memang sudah saatnya dia
menikah. Kebetulan tadi siang di pasar aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia
melamar Afirah untuk putranya, Yasir.”
“Bagaimana, kau terima atau…?”
“Ya jelas langsung aku terima. Dia ‘kan masih kerabat
sendiri dan kita banyak berhutang budi padanya. Dialah yang dulu menolong kita
waktu kesusahan. Di samping itu Yasir itu gagah dan tampan.”
“Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?”
“Tak perlu! Kita tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan
ayah Yasir. Pemuda yang paling cocok untuk Afirah adalah Yasir.”
“Tapi, engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak
baik.”
“Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia
pasti juga akan tobat! Yang penting dia kaya raya.”
***
Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah, tak jauh dari
pasar Kufah. Seorang pemuda tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh
darinya seorang penari melenggak lenggokan tubuhnya diiringi suara gendang dan
seruling.
“Ayo bangun, Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!”
bisik temannya.
“Be…benarkah?”
“Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan
kau sia-siakan kesempatan ini, Yasir!”
“Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku.”
Yasir lalu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri
sang penari. Sang penari mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya.
Keduanya lalu menari-nari diiringi irama seruling dan gendang. Keduanya
benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan mesra penari itu membisikkan
sesuatu ketelinga Yasir,
“Apakah Anda punya waktu malam ini bersamaku?”
Yasir tersenyum dan menganggukan kepalanya. Keduanya terus
menari dan menari. Suara gendang memecah hati. Irama seruling
melengking-lengking. Aroma arak menyengat nurani. Hati dan pikiran jadi mati.
( Diambil dari buku dengan judul yang sama karya
Habiburrahman El Shirazy. Dapatkan bukunya dan simak 37 cerita keren lainnya.
Penerbit: Penerbit Republika; Pesantren Basmala Indonesia; MD Entertainment;
Cetakan VII, Juni 2006 ) [ki]